Welcome My Blog ^^

hii...jangan lupa komennya ea.... ^.^b sankyu

my story

Selasa, 23 Maret 2010

Kiat – Kiat Keluarga Modern dalam Krisis Global Perceraian

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Hidup dalam sistem keluarga modern seperti sekarang ini, banyak tantangan. Salah langkah, maka bukannya kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga yang diperoleh, melainkan sebaliknya menjadi derita. Kalau sudah demikian anak-anak akan menjadi korban. Kekhawatiran masa depan keluarga modern bukan tanpa alasan, sebab ancaman datang dari dalam dan luar. Kehidupan yang cenderung materialistik hedonistik menjerumuskan anggota keluarga dalam kehidupan bebas tanpa nilai.
Seperti halnya dalam komitmen bahwa setiap pasangan menginginkan keutuhan dalam membangun rumah tangga. Namun realitas menunjukkan angka perceraian kian meningkat. Adanya tekanan sosial di masyarakat (social pressure) bahwa bercerai bukan merupakan hal yang tabu atau aib di masyarakat, bercerai sudah menjadi hal yang biasa. Bercerai adalah hal yang halal. Bercerai menimbulkan masalah sosial bagi kelangsungan hidup anak-anak dan orang tua. Perceraian merobohkan tiang rumah tangga. Kepercayaan antar pasangan semakin rapuh dan rusak.
Kasus perceraian beberapa tahun belakang ini memang semakin meningkat dengan berbagai alasan, mulai dari perbedaan prinsip hingga pandangan politik. Namun pada dasarnya perceraian yang banyak terjadi dilatari kurangnya komunikasi. Mobilitas tinggi dengan tingkat kesibukan yang berbeda menjadi salah satu faktor pemicu.
Berdasarkan data dari Jagadnita Consulting, perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultasi dan edukasi untuk semua anggota keluarga khususnya perempuan menyebutkan, sejak tahun 2000 hingga 2006 rata-rata terjadi 1,8 juta pernikahan setiap tahun. Dengan angka perceraian 143.000 atau mencapai 8% dari total jumlah pernikahan Perselingkuhan tercatat menjadi penyebab paling tinggi pada kasus perceraian.
Perselingkuhan pun bergeser, jika dulu lebih selingkuh lebih akrab pada pria sekarang ini banyak juga wanita yang melakukan perselingkuhan dengan berbagai alasan. Ahli psikolog banyak mengatakan bahwa perselingkuhan sering terjadi karena kurangnya persiapan sebelum pernikahan.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Apakah benar tingkat perceraian semakin lama akan semakin meningkat ?
2. Apa masalah yang sering ditimbulkannya?
3. Apakah ada dampak yang ditimbulkannya?
4. Bagaimana cara menanggulangi perceraian dalam keluarga modern?

C. Tujuan Penelitian
• Untuk memenuhi syarat nilai dalam sosial budaya indonesia
• Untuk mengetahui dampak perceraian terhadap lingkungan sekitar.
• Untuk mengetahui masalah yang sering ditimbulkan dalam perceraian keluarga modern.
• Untuk mengetahui cara dalam menyelesaikan masalah perceraian
• Untuk mengetahui hakekat mempelajari sistem sosial

Bab ii
Landasan teori

Berdasarkan hasil survey nasional AS sebanyak 11 macam dari tahun 1973 hingga 1985 diperoleh bermacam-macam argumen tentang dampak perceraian yaitu dalam hal ini bentuk peran pasangan seperti pernikahan yang buruk akan menghasilkan tipe anak yang buruk juga. Kurang mempunyai kontrol sosial seperti kurangnya dukungan keluarga terhadap pernikahan hilangnya bentuk peran pasangan, pendidikan yang rendah, keinginan besar untuk bercerai, mereka lebih suka memilih bercerai untuk mengakhiri konflik, menikah pada usia muda biasanya menikah pada usia muda cenderung akan lebih cepat bercerai sehingga Keluarga modern diharapkan pada berbagai tantangan kehidupan yang penuh dengan godaan dan cobaan. (Glenn and Kramer, 1987)

a. Pengertian Sistem
Sistem menurut Tatang M. Amirin adalah hubungan yang terdiri dari sekian banyak bagian dan berlangsung diantara satuan – satuan atau komponan – komponen secara teratur. Jadi didalam sistem sosial terdapat banyak individu yang saling berinteraksi dengan norma dan kesepakatan bersama. Misalnya saja : tim olahraga beregu, keluarga, sekolah, perguruan tinggi, organisasi, dan lain sebagainya. (Bahan Ajar Sistem Sosial Budaya : 3-5). Berarti jika membahas perceraian hasilnya adalah akan ada individu yang keluar dari suatu sistem terdahulu.

b. Pengertian Keluarga Modern
keluarga modern adalah satu penyatuan manusia dalam satu kumpulan yang bekerjasama dikalangan ahlinya atau cooperative group, dalam tujuannya untuk menjaga dan membesarkan anak-anak (Macionis 2001). Dalam pada definasi lain pula, keluarga modern dikatakan sebagai satu unit yang dibentuk dua individu atau lebih yang dikaitkan dengan pertalian darah, pernikahan atau angkat yang hidup bersama dengan tujuan untuk memenuhi hidup, dengan menjalani pekerjaan ganda tanpa terikat tradisi keluarga pada masa lampau dimana wanita harus dirumah merawat anak. Keluarga adalah merupakan matriks sosial yang terkecil dalam masyarakat, keluarga merupakan kesatuan dari bio-psiko-sosial, dimana para anggotanya hidup dalam keterikatan peraturan ini sifatnya tidak membelenggu dan statis, melainkan yang memungkinkan para anggotanya mengembangkan diri dan dinamis.

c. Pengertian Perceraian
Perceraian ialah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta benda masing-masing yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka.
Jenis perceraian :
Cerai hidup - karena tidak cocok satu sama lain.
Cerai mati - karena salah satu pasangan meninggal.

d. Pengertian Dampak
Dampak adalah pengaruh yang kuat hingga menimbulkan suatu akibat ( baik negatif maupun positif )

e. Pengertian Kiat – Kiat
Kiat adalah cara untuk melakukan sesuatu atau taktik untuk menanggulangi sesuatu agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Kasus Keluarga Modern
Keluarga yang sehat adalah keluarga yang para anggotanya dapat saling harga menghargai satu dengan lainnya sesuai dengan kedudukannya masing-masing. Anak hormat pada kedua orang tauinya, istri menghargai suaminya dan sebaliknya. Kewibawaan dan rasa hormat soerang suami perlu bagi keluarganya sebagai seorang kepala keluarga yang dijadikan panutan dan tempat berlindung. Oleh karena itu hendaknya kekompakan keluarga ini supaya dijaga benar-benar agar tidak rapuh, longgar, dan bercerai-berai Tiada hidup yang tanpa problema, demikian pula tidak ada keluarga yang tidak ada permasalahan. Tidak semua keluarga mampu melakukan adaptasi dengan baik terhadap perubahan-perubahan sosial, yang pada gilirannya dapat membawa keluarga ini kedalam krisis rumah tangga. Misalnya saja permasalahan pada perbedaan pendapatan dari sang istri dan sang suami. Masalah tersebut sering kali menjadi acuan dimana keluarga modern tersebut terancam cerai, tetapi itu semua tergantung dari kedua belah pihak bagaimana menanggapinya. Contoh kasus kehidupan keluarga modern dari artis :
Dari surat kabar harian JAKARTA (Pos Kota) Anang mengaku terus terang sudah menjatuhkan talak sejak 19 Agustus lalu. Kabar perceraian Krisdayanti (KD) dan Anang sempat tersiar menjelang Ramadhan. Kabarnya, pelantun tembang Menghitung Hari itu pernah digosipkan berselingkuh dengan gitaris terkenal, Tohpati. Kini, muncul lagi pria misterius. KD biasa memanggilnya amor (cinta). Di acara Kabar-kabari program RCTI, Senin (31/8), putri tertua Anang-KD, Titania Aurelia, mengatakan ibunya sering menelepon seseorang dengan panggilan amor.
Dari kasus itu dapat terlihat jelas bagaimana kegagalan suatu hubungan rumah tangga karena pasangan berselisih yang tidak berhasil diselesaikan. Itu karena tingkat perselisihan dari pasangan tersebut sudah dalam kondisi kritis dimana mereka akhirnya mengambil jalan untuk bercerai.

B. Penyebab Perceraian
Strata pasangan yang mengajukan gugat cerai sudah mulai bergeser. Dari yang sebelumnya pasangan bercerai didominasi tamatan sekolah dasar sampai sekolah lanjutan tingkat pertama dengan status ekonomi rendah atau kecil. Tetapi, saat ini malah sebaliknya. Perceraian justru lebih banyak dilakukan pasangan berpendidikan tinggi dengan status ekonomi mapan.
Fakta tingginya angka perceraian merupakan rapuhnya pondasi rumah tangga di masyarakat. Mengapa masyarakat sedemikian mudah mengajukan gugatan cerai, setelah mereka mengadakan perjanjian suci dengan Tuhan (baca: akad nikah) ?. Pertanyaan ini menggelitik penulis untuk sejenak merenungi fenomena perceraian yang kian marak terjadi. Berikut penyebab yang sering terjadi dalam perceraian :
• Perbedaan Prinsip Pendapat, pertengkaran, percekcokan, perselisihan yang terus menerus menyebabkan hilangnya rasa cinta dan kasih sayang. Pertengkaran hanya menyebabkan bersemainya rasa benci dan buruk sangka terhadap pasangan. Pertengkaran yang meluap-luap akan menyebabkan hilangnya rasa percaya dan terus memicu perceraian.
• Dilatari Kurangnya Komunikasi karena adanya Mobilitas tinggi dengan tingkat kesibukan yang berbeda menjadi salah satu faktor pemicu.
• Kekerasan Dalam Rumah Tangga
• Poligami
• Masalah Ekonomi
• Faktor Politik kini berperan cukup besar misalnya suaminya memilih yang satu, si istri memilih yang lain. Faktor politik ini dari mulai pemilihan di tingkat desa, hingga provinsi dan nasional.
• Pembajakan Emosi (Hijacking) Melongok penyebab maraknya gugatan cerai kebanyakan dipicu oleh persoalan sepele, kemudian dibesar-besarkan. Misalnya seorang suami menggugat cerai istrinya hanya karena si istri menggunakan HP milik suami tanpa ijin, kemudian suami menuduh istri menelpon laki-laki bukan muhrim tanpa sepengetahuan suami, Suami marah dan melakukan gugatan cerai ke PA. Contoh ini, adalah sebagian kecil masalah emosi yang menimbulkan prasangka buruk secara terus menerus menyebabkan perceraian. Pasangan tersebut dibajak emosi. Laki-laki dan perempuan berbeda dalam menghendel masalah emosi masing-masing. Hal yang rawan bagi laki-laki ialah laki-laki cenderung mempertahankan ego dan harga diri mereka, dan tidak kuat dikritik istri secara terus menerus, bersikap membisu atau defensif. Hal yang rawan bagi perempuan cenderung emosional, suka mengkritik dan menangis. Sikap yang berbeda tersebut kerapkali memicu pertengkaran apabila tidak memiliki kecerdasan emosi untuk mengerti perasaan masing-masing pasangan.
• Maraknya Pernikahan Dibawah Umur. Pernikahan di bawah umur membuat mereka belum siap mengatasi pernik-pernik pertikaian yang mereka jumpai. Pernikahan adalah memerlukan kesatuan tekad, kepercayaan dan penerimaan dari setiap pasangan menjalani mahligai perkawinan. Ketidaksiapan pasangan tentu berhubungan dengan tingkat kedewasaan, mengatasi persoalan yang terkait dengan kehidupan, seperti keuangan, hubungan kekeluargaan, pekerjaan setiap pasangan. Cara mereka berpikir, bertindak menentukan cara mereka mengambil keputusan dalam hidup. Menikah di bawah umur yang disertai pendidikan rendah menyebabkan tidak dewasa.
• Kesetaraan Gender, Menurut Umar, hampir 70 persen justru istri yang menceraikan suami (gugat cerai) dan hanya 30 persen suami yang menceraikan. "Ini karena perempuan semakin pintar, semakin mapan, dilindungi oleh berbagai UU, dan semakin sadar akan perlunya menyuarakan kesetaraan gender dan hak-haknya," kata Dirjen. Biasanya juga memicu adanya perbedaan penghasilan antara keduanya.
• Perselingkuhan dimana salah satu dari pasangan sudah terikat pada satu hati.

C. Dampak Perceraian
Dan memang, tidak diragukan lagi bahwa perceraian memang memiliki dampak negatif yang sangat serius terhadap kehidupan seseorang, yang diantaranya:
1. Hilangnya kesempatan bagi suami istri untuk berbuat ihsan dalam bersabar menghadapi beragam masalah rumah tangga yang akan rnmendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat.
2. Hancurnya mahligai rumah tangga yang telah dibangun suami dan terpecah belahnya anggota keluarga. Ibarat seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali.
3. Berbagai perasaan cemas dan takut yang muncul menimpa suami manakala berkeinginan untuk menikah lagi. Bahkan, tidak mustahil dia akan merasa kesulitan mengumpulkan modal untuk menikah. Tidak jarang pula para orang tua merasa khawatir untuk menikahkan putri mereka dengannya setelah perceraiannya dengan istri pertama. Hingga akhirnya dia tetap membujang selamanya.
4. Kembalinya para wanita yang telah dicerai ke rumah orang tua atau wali mereka; bahkan ke rumah orang lain. Hal ini tentu akan menjadi beban mental bagi mereka maupun para wali. Sebab, menetap di rumah orang tua maupun para wali setelah diceraikan suami, tidak sama dengan ketika masih gadis sebelum menikah. Ini adalah satu hal rnyang sangat dipahami wanita.
5. Sangat sedikit kemungkinan bagi para lelaki untuk menikahi wanita yang telah menjadi janda setelah diceraikan suaminya. Tidak mustahil, setelah bercerai, sang wanita tetap menjadi janda, tidak bersuami. Tentu hal ini mendatangkan berbagai kerusakan dan tekanan batin bagi wanita tersebut sepanjang hayatnya.
6. Jika ternyata wanita yang diceraikan memiliki anak, maka persoalan menjadi semakin runyam. Sebab, tidak jarang anak-anaknya yang tinggal bersama di rumah para wali wanita akan mengalami berbagai macam permasalahan dalam berinteraksi dengan anak-anak kerabat atau wali wanita tersebut.
7. Tidak jarang sang ayah mengambil anak dari ibunya dengan paksa, hingga ibu tidak pernah lagi dapat melihatnya; apalagi jika bapak dari anak-anak ini bertemperamen keras, pasti berpisah dengan anaknya akan sangat menyakitkan hatinya.
8. Semakin menjauhnya ayah dari anak-anaknya. Bisa jadi disebabkan anak-anak tinggal bersama ibu mereka ataupun disebabkan kesibukannya dengan istri baru yang biasanya tidak begitu memperhatikan anak-anaknya ketika tinggal bersama ibu tiri. Akhirnya sang bapak menuai dosa besar karena menyia-nyiakan anaknya.
9. Terlantarnya anak-anak disebabkan jauhnya dari ayah mereka dan kesulitan ibu untuk mendidik mereka sendirian. Hal ini akan menjerumuskan mereka bergaul dengan teman-teman yang buruk perangainya. Apalagi pada zaman yang penuh dengan fitnah dan tipu daya ini, tidak jarang anak-anak yang terlantar ini terjerumus ke lembah syahwat dan perzinaan, ataupun mengkonsumsi obat-obat terlarang, sehingga rnakhirnya mereka menjadi sampah masyarakat. Tentulah hal ini sangat tidak diinginkan oleh setiap orang tua yang masih memilki akal sehat dan kehormatan, sebab akan mencoreng arang di muka mereka.
10. Banyaknya kasus perceraian di masyarakat akan menghalangi banyak pemuda dan pemudi untuk menikah, karena ketakutan mereka terhadap kegagalan dan prahara dalam berumah tangga, yang akhirnya melahirkan sikap traumatis. Tentu hal ini akan mendatangkan bahaya besar bagi masyarakat ketika mereka (para pemuda) terpaksa menyalurkan kebutuhan biologisnya kepada hal-hal yang diharamkan syariat, semisal seks bebas, homoseks, lesbi dan penyimpangan seks lainnya.

D. Kiat – Kiat Keluarga Modern dalam Menghadapi Krisis Perceraian
Setiap pasangan bagaikan musuh dalam selimut (intimate enemous). Suami istri adalah dua pribadi yang berbeda, dan berusaha hidup selaras dalam keutuhan rumah tangga. Untuk itu dibutuhkan banyak rasa saling mengerti perasaan pasangan. Hal ini dilakukan dengan cara :
• menenangkan diri dilakukan guna meredam emosi impulsif. Menenangkan diri dilakukan dengan cara, misalnya relaksasi, yoga, bersilaturrahmi, mendatangi tempat-tempat rekreasi, mengheningkan diri dalam doa-doa, berdzikir (mengingat Allah SWT), melakukan shalat sunnah, dan membaca al-Qur’an (kitab suci). Menenangkan diri juga akan menenangkan jiwa-jiwa yang gelisah, membersihkan racun-racun emosi yang membajak hati. Dengan menenangkan diri membuat orang sejenak merenung dan mencari inspirasi serta mendengarkan kata hati. Orang yang tenang tidak akan mudah terbawa emosi pertengkaran. Sebaliknya, dengan menenagkan diri, akan mengakhirkan perselisihan dengan menyadari kesalahan masing-masing.
• dilaog batin dilakukan dengan berbicara dengan batin, mengenai apa yang diinginkan dan mengapa keinginan itu tidak terpenuhi serta bagaimana mengatasi realitas menurut diri. Dialog batin perlu dilakukan guna membersihkan pikiran-pikiran irasional. Dialog batin dengan mendengarkan hati nurani dan akal pikiran akan menemukan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi oleh pasangan.
• mintalah nasehat perkawinan. Setiap pasangan perlu mencari penasehat untuk membantu mengatasi persolan rumah tangga yang sudah akut. Mendatangi para tokoh agamawan, para guru, atau para konselor perkawinan akan membantu mencari alternatif dari perselisihan yang dihadapi.
• mendengar dan berbicara secara terbuka dengan pasangan. Saling mendengarkan keluhan pasangan, mencoba memahami jalan pikiran masing-masing akan membuat saling pengertian. Mendengarkan pasangan adalah perlu dalam sebuah relasi keluarga. Setiap orang ingin didengarkan oleh pasangan tentang kerisauan-kerisauan mereka yang bergejolak. Saling berbicara secara terbuka tentang masalah yang jumpai oleh setiap pasangan, bukan membicarakan tentang kepribadian. Karena kepribadian tidak bisa di rubah. Membicarakan kepribadian negatif masing-masing hanya akan memicu setiap pasangan menjadi merasa ditolak, tidak dicintai dan dipersalahkan. Untuk itu dalam membicarakan perlu mempertimbangkan, apakah hal yang dibicarakan tidak menyinggung kepribadian pasangan?. Bagaimana perasaan pasangan apabila saya mengatakan hal ini?. Jika setiap pasangan mampu menimbang rasa maka akan terjadi pembicaraan yang terbuka, penuh rasa percaya dan meningkatkan rasa cinta.
• Saling percaya dan berpikir positif adalah modal utama agar perkawinan itu tetap langgeng.
• Saling menghargai, memaafkan. Hal itu akan membuat pasangan akan saling menghormati hak masing – masing.
• Mau berbagi dan mau menerima kekurangan masing – masing. Disinalah peran suami istri dibutuhkan. Dimana keluarga adalah untuk melengkapi kehidupan atau kekurangan masing – masing.

BAB IV
kesimpulan

Pernikahan merupakan tahapan untuk membangun rumah tangga dan keluarga yang bahagia. Pernikahan juga berarti menyatukan dua orang manusia berlainan jenis, kepribadian, sifat, karakter, maupun latar belakangnya. Maksud menyatukan dalam peristiwa pernikahan tentunya bukan menghilangkan atau meleburkan dua perbedaan untuk berubah menjadi satu. Bersatunya dua manusia ini adalah untuk menyatukan langkah dalam mewujudkan harapan, visi, dan tujuan yang sama.
Meski tujuan yang hendak dicapai sama namun karena masing-masing pasangan adalah pribadi yang berbeda, maka merupakan hal yang sangat wajar dan manusiawi kalau dalam proses interaksi di dalamnya terdapat perbedaan. Dari perbedaan ini kemudian terjadi proses diskusi, musyawarah, saling mengerti, dan saling memaklumi kelebihan dan kekurangan masing-masing. Meski perbedaan ini kadang juga dapat memicu timbulnya pertengkaran. Justru inilah ‘warna’ dan dinamika kehidupan rumahtangga. Mungkin malah bisa kita katakan, bahwa suatu hal yang mustahil jika dalam sebuah rumahtangga tidak pernah atau tidak terjadi pertengkaran.
Kesadaran terhadap perbedaan ini mestinya menjadi bekal bagi pasangan suami-istri untuk mengelola perbedaan itu. Dalam perkembangannya, sebuah rumahtangga yang dibangun tidak saja harus bisa mengelola perbedaan yang ada pada masing-masing pasangan, tetapi juga mesti menghadapi tantangan dari luar, baik dari keluarga besar masing-masing suami-istri, lingkungan masyarakat, pihak ketiga, atau pun pengaruh lainnya. Ketidaksiapan menghadapi berbagai rintangan ini akan dapat menimbulkan pertengkaran dan percekcokan.
Tidak sedikit kasus perceraian terjadi akibat berbagai rintangan tersebut. Apalagi pada jaman yang makin canggih sekarang ini, tantangan yang dihadapi rumahtangga dan keluarga juga tidak makin ringan. Jumlah perceraian yang terjadi pun makin meningkat. Tidak ada permasalahan oleh karena itu hendaknya kekompakan keluarga ini supaya di jaga benar-benar agar tidak rapuh, longgar, dan bercerai-berai
Banyak sekali dampak negatif perceraian yang bisa muncul pada anak. Marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, jadi pembangkang, enggak sabaran, impulsif. Bisa jadi, anak akan merasa bersalah (guilty feeling) dan menganggap dirinyalah biang keladi atau penyebab perceraian orangtuanya. Oleh karena itu kedua orang tua hendaknya mampu mengantisipasi berbagai permasalahan yang mungkin timbul selama keluarga yang dipimpinnya itu mengarungi bahtera kehidupan. Sejak dini, suami istri sudah sepakat, jika dalam perjalanan hidup ini terkendala oleh "krisis", maka keduanya bersepakat untuk menyelesaikan dengan niat baik, untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga. Keluarga modern diharapkan pada berbagai tantangan kehidupan yang penuh dengan godaan dan cobaan.

Daftar pustaka
• http://.m.kompas.com
• http://203.130.198.30//artikel/27172.shtml
• http://www.poskota.co.id
• MGMP Karanganyar, 2008. LKS SOSIOLOGI SMA XII. Karanganyar: Bakti Ilmu.
• Muin,Adianto. 2006. Sosiologi SMA. Jakarta : Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar